Sign by Danasoft - For Backgrounds and Layouts

Label:

JAKARTA, KOMPAS.com � Generasi anak zaman sekarang dinilai sebagai generasi yang manja. Mereka tidak pernah "diperkenalkan" pada penderitaan oleh orangtuanya. Mereka terlalu dimanja.
Demikian diungkapkan Prof Dr Jalaluddin Rahmat, Kamis (5/5/2011). Akibatnya, kata Jalaludin, mereka jadi mudah beringas, tidak sabaran, dan keras.
Menurut dia, saat ini empati diperlukan untuk melembutkan sifat-sifat keras dan manja pada anak. Anak yang sudah memiliki empati akan memiliki misi dalam hidupnya.
Untuk itu, menumbuhkan empati seharusnya menjadi bagian dari pendidikan karakter di sekolah. Hanya saja, menanamkan empati tidak harus dimasukkan dalam kurikulum.
"Malah akan membosankan," cetusnya.

Pihak sekolah bisa memasukkan pendidikan empati melalui kegiatan sosial, seperti melakukan kerja sosial di masyarakat atau kegiatan live in di rumah-rumah penduduk miskin.
"Di sekolah saya setiap tahun anak-anak harus melakukan pengkhidmatan kepada orang miskin selama tiga hari. Mereka tinggal di sana dan berkhidmat," katanya.
Jalaludin mencontohkan kegiatan pendidikan empati di sekolah yang didirikannya, yaitu SMA Muthahhari, Bandung, yang kini menjadi sekolah model Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dalam pembinaan akhlak. Selain pendidikan di sekolah, lingkungan juga berpengaruh besar pada pembentukan karakter anak, termasuk dalam menumbuhkan sikap empati.
"Bagaimana anak mau belajar kejujuran jika sekolahnya membocorkan hasil ujian? Anak juga melihat orang yang tidak jujur lebih sukses bahwa untuk masuk ke suatu lembaga, yang membayar paling besar, akan diterima. Itu semua akan menghancurkan empati anak," katanya.
Selain itu, Jalaludin juga menegaskan, perlunya mengubah orientasi pelajaran agama.
"Orientasinya jangan ke fikih, tetapi lebih ke akhlak," katanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.